Apakah kamu punya banyak utang dan susah menghindar dari kejaran debt collector (penagih hutang) yang setiap saat menghantuimu? Ternyata cara mengatasinya sangat gampang ! Bersedekahlah yang ikhlas, setidaknya hal inilah yang menjadi resep dari kisah nyata seorang ibu yang satu ini. Namanya ibu Karimah. Usianya 45 tahun, sehari-hari ia seorang penjual sayuran di pasar Bogor. Profesi ini dilakoninya karena tidak ada jalan lain. Pendidikannya rendah dan sejak kecil ia sudah terbiasa dengan bidang ini. Ibunya adalah seorang penjualan sayuran juga. Kini profesi tersebut diwariskan kepada anaknya. Sebagai penjual sayuran, tidak banyak keuntungan yang ia dapat, malah kadang tekor. Sementara modal yang ia pakai untuk berdagang itu berasal dari pinjaman rentenir. "Saya terpaksa pinjam ke rentenir karena tida ribet," ujarnya.
Dia pinjam ke rentenir karena modal usahanya habis dipakai untuk kebutuhan lain yang tak terduga. Pasalnya, sang suami yang hanya buruh bangunan, kerjaannya tidak menentu. Kadang ia bekerja, tapi kadang juga tidak. Seringnya ia tidak bekerja, dengan kata lain nganggur karena tidak ada job. Kalau sudah begini, Karimah harus kerja keras untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya. Mulai dari uang makan, jajan, hingga biaya anak sekolah.
Sudah begitu, kondisi demikian diperparah oleh keinginan anak-anaknya yang kadang kelewatan. "Kalau sudah minta ini dan itu harus diturutin. Kalau saya tolak, kadang kasihan, tapi kalau saya turuti terus menerus, uang saya tidak punya. Sementara tagihan ke rentenir harus selalu disetorkan." Ujarnya.
Karena modal usahanya pinjam dari rentenir, Karimah harus membayar tagihan yang tinggi tiap harinya. "Bayangkan saja, saya harus membayar utang sebesar Rp.100rb sehari, sementara saya hanya jual sayuran," keluhnya saat itu. Telat bayar sehari saja, ia sudah harus menanggung denda. Kalau sudah berhari-hari telat bayar, debt collector mendatangi rumah atau tempat usahanya dan kadang bertindak kasar untuk menagihnya.
Untuk menutupi hutang-hutangnya tersebut, diapun terpaksa harus menjual semua peralatan rumah tangga, seperti mebel, tv, kulkas, radio, mesin cuci dan sebagainya. Rumahnyapun sepi dari alat-alat elektronik. "Mau gimana lagi mas, saya tidak punya uang lagi untuk bayar utang. Kalau tidak saya kena denda dan sering didatangi debt collector," ujarnya.
Karimahpun terus berpikir, bagaimana caranya agar ia bisa lancar bayar utang dan lepas dari kejaran debt collector. Masalahnya, kalau ia telat sehari saja, langsung kena bunga lagi dan seterusnya. Belum lagi, debt collector itu kadang bertindak kasar, "saya ngeri ngelihatnya, pokoknya jangan sekali-kali deh," ujarnya mengisahkan pengalamannya tersebut.
Suatu ketika, terbesit dalam pikirannya untuk bertanya pada guru ngaji anaknya, Ibu Hasanah. Kepada sang guru ngaji, ia pun berterus terang, "Bu, bagaimana caranya agar jualan saya laku keras sehingga bisa bayar utang?"
Ibu Hasanah tidak memberi teori yang njlimet. Dengan sederhana Ibu Hasanah justru bertanya balik, "Maaf kalau saya boleh tahu, waktu ibu pertama jualan modalnya dari mana?" Dengan jujur Ibu Karimah pun menjawab bahwa modalnya berasal dari pinjaman ke rentenir. "Pantas saja jualan ibu tidak berkah," sergah sang ibu guru ngaji.
Ibu guru ngaji itu pun menjelaskan bahwa dari awal langkah Ibu Karimah sudah salah. Selanjutnya, ia pasti akan terus mengalami hal yang salah. Jualannya tidak akan berkah, meski laku, misalnya, uangnya tetap tidak ada dan tidak bisa melunasi utangnya. "Cobalah ibu mulai dari titik nol lagi, cari modal dulu yang halal, setelah itu rajin sedekah," sang guru ngaji menasehati.
Akhirnya Ibu Karimah kembali dapat pinjaman dari langganannya sebesar Rp. 5jt tanpa bunga. Dengan uang itu, sebagian ia gunakann untuk membayar tagihan yang nunggak, sebagian lagi untuk modal usaha dan sisanya untuk membantu tetangganya yang membutuhkan pertolongan. Ibu Karimah pun mulai dari titik nol lagi berjualan sayur mayur. Tak lupa ia kini mulai rajin beribadah dan bersedekah. "Setiap hari saya usahakan untuk bisa bersedekah dari keuntungan yang saya dapatkan", kisahnya.
Ajaib! Tak lama setelah melakukan kebiasaan baik itu, usahanya meningkat. Jumlah sayuran yang ia jual semakin banyak, sehingga omset penjualnnya pun ikut naik. Tagihan ke rentenir pun lancar, sehingga ia terbebas dari debt collector dan bebas denda yang tinggi. Bahkan ia sudah bisa membeli mesin parutan kelapa sendiri. Perlahan-lahan ia pun sudah bisa membeli peralatan elektronik yang sempat ia jual dulu, seperti tv, kulkas, radio, dan sebagainya.
Yang lebih membahagiakan dirinya, kini sang suami juga ikut berdagang, satu hal yang sebenarnya sulit untuk ia lakukan. Ia membantu berjualan sayur di pasar. "Dulunya ia malas mas, tapi sekarang malah ia lebih bersemangat dibandingkan saya." Cerita Ibu Karimah.
Satu lagi, anak-anaknya pun menjadi berubah lebih baik. Dulu mereka sangat susah sekali diatur. Kalau sudah minta sesuatu harus dituruti. Sekarang keadaannya terbalik. Mereka sudah bisa diatur, tak lagi minta macam-macam. Bahkan, kadang ikut membantu orang tuanya di pasar. Suatu hal yang tentunya sangat membahagiakan kedua orang tuanya. Sebagai bentuk rasa syukur, Ibu Karimah pun memberikan santunan kepada 50 orang anak yatim piatu pada ramadhan tahun kemarin.
Demikian sebuah kisah yang bisa kita jadikan pelajaran berharga untuk kita semua. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa untuk bisa sukses berdagang itu harus rajin beribadah dan ingat sedekah. Semakin rajin bersedekah, kian besar pula peluang kita untuk sukses. Semoga pembaca bisa mengikut langkah Ibu Karimah, Amiin :)
Sumber : catatankecilku.net
0 komentar:
Posting Komentar