“Gila!” Begitu cibiran yang hampir tiap hari menyengat telinga Dani Hermawan.
Cibiran sadis tersebut diterimanya, setelah ia mengambil keputusan drastis yang
sangat tidak masuk akal bagi rasio awam.
Bagaimana tidak. Dani hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia tinggal di rumah kontrakan di
Nah, dalam kondisi begitu, Dani malah
menguras isi kontrakannya. Bukannya untuk dijual buat makan dan beli susu
anaknya, tapi justru disedekahkan. Pencerahan sedekah Dani dapatkan, setelah
nyawanya hampir melayang di ujung putus asa.
Semula, Dani Hermawan seorang supplier
ayam yang cukup berjaya. Peternakannya luas, ayamnya ribuan. Mobil pengangkut
ayam tiap hari keluar-masuk kandangnya. Uang setoran pun mengalir deras ke
kantongnya.
Sampai kemudian, wabah flu burung menyerang. Puluhan demi puluhan ayam negeri Dani mati, sampai akhirnya ludes tak tersisa. Dani Hermawan bangkrut pada tahun 2007.
Tragisnya, hampir tidak ada sisa masa kejayaan usaha Dani. Uang yang melimpah justru membuatnya lalai untuk menyiagakan masa depan keluarga. Bahkan rumah pun mereka tak sempat punya. “Saya lalai, saya lalai,” kenang Dani sambil terisak.
Bersamaan dengan itu, Nia Kurniawati istrinya pun di-PHK dari tempat kerjanya.
Untuk melanjutkan hidup sekeluarga, Dani lalu kerja serabutan sambil “mantab” (makan tabungan) yang sedikit tersisa. Beruntung dia memiliki mertua yang baik, sehingga kebutuhan dapurnya kemudian tertalangi. Walaupun, sebagai kepala keluarga yang pernah jaya, pria ini sungguh tak enak hati hidup dalam naungan mertua.
Perasaan bersalah, malu, sekaligus khawatir, menumpuk di dada, membuat Dani Hermawan stress. Apalagi anak mereka yang kedua jelang lahir. Duit dari mana buat biayanya? Uang dari mana untuk membeli susunya? Lalu buat sekolahnya nanti bagiamana?
Masya Allah, tak kuasa menahan stress, bisikan setan pun diikutinya. Satu malam, Dani ngeloyor ke rel kereta api tak jauh dari rumahnya. Sampai di
Ketika kupingnya menangkap deru kereta Jabotabek dari arah
Wes ewes ewes, bablas keretanya. “Lho, aku kok masih hidup,” Dani kaget ketika membuka mata. Olala, ternyata kereta api lewat melalui rel satunya.
Dani lalu memejamkan mata lagi, berharap kereta berikutnya segera lewat dan melindas tubuhnya.
Tapi, tunggu punya tunggu, si kereta tak datang jua. Sementara, Dani harus bersilat melawan gerombolan nyamuk yang mengerubutinya. Plak, plok, plaak.
Tak tahan dingin dan nyamuk, akhirnya Dani urung bunuh diri. Dengan langkah lunglai, pulang dia ke kontrakannya.
Suatu malam berikutnya, giliran bisikan malaikat yang dia ikuti. Saat iseng menyetel TV Banten, tiba-tiba Dani terpaku pada taushiyah Ustadz Yusuf Mansur. Sang Ustadz tengah menguraikan sedekah sebagai solusi problema kehidupan.
“Sedekah akan cepat bunyi bila ditunaikan dalam keadaan kita kepepet, lagi butuh, atau sangat menyayangi harta yang akan kita sedekahkan,” kata Ustadz, yang menancap betul di benak Dani.
Besoknya, dengan getol Dani mulai memburu dan melahap taushiyah Ustadz melalui radio dan televisi, juga VCD.
Melihat hobby baru suaminya, semula Nia sinis. “Aa’, yang pasti-pasti aja deh. Uang itu ya didapat dari kerja, bukan sedekah,” kata Nia yang waktu itu masih belum berbusana muslimah.
“O iya, ini juga pasti Dik. Tinggal kita yakin apa enggak,” Dani mencoba sabar. Ia maklum, dalam kondisi seperti ini istrinya jadi sensi.
Namun satu sore, Dani memergoki istrinya tengah menyimak VCD The Miracle. Tampak Nia manggut-manggut, merasa mendapat pencerahan.
“Iya ya A’, kita sedekahkan yang kita punya yuk,” katanya, disambut senyum Dani.
Tak tega rasanya Darmawan Setiadi, saat menjemput sedekah Dani di kontrakannya. Di bawah tatapan melompong putri Dani, Darmawan dan tim PPPA Daarul Qur’an mengangkut kulkas, televisi, tape, sampai ke handphone satu-satunya milik tuan rumah. Semua barang itu bakal dijual di PPPA Shop, hasilnya untuk membiayai program pembibitan penghafal Qur’an.
“Mas Dani, bagaimana kalau hape-nya tidak usah ikut disedekahkan. Mas Dani
“Oh, tidak Mas. Saya memang sudah meniatkan untuk disedekahkan bersama barang-barang lainnya. Doakan saja agar Allah memberi balasan yang terbaik buat kami,” jawab Dani mantap. Apa boleh buat. Sambil menahan tangis haru, Darmawan membawa semua barang sedekahan Dani. Tak ayal, kontrakan Dani langsung kosong melompong. Yang tersisa hanyalah almari kayu tua yang sudah tidak layak untuk disedekahkan sekalipun.
Almari itu bagian tengahnya bolong, tadinya untuk wadah TV. Setelah TV-nya diangkut, Az Zahra anak sulung Dani nyeletuk, “Yah, sekarang kita nonton tipinya bohong-bohongan ya?”
Dani menjawab dengan mengusap sayang kepala putranya. “Tenang, Nak, Allah Maha Kaya dan Maha Mengetahui,” katanya, ditingkahi senyum tulus sang istri.
Setelah itu, Dani dan Nia Kurniawati, menggetolkan riyadhoh. Mereka dawamkan amalan wajib, ditambah amalan sunnah Nabi seperti sholat tahajjaud, dhuha, dan puasa Senin-Kamis.
Saking rindunya pada Rasulullah SAW, Dani bahkan mulai membiasakan diri mengenakan baju gamis. Namun, mantan pengusaha peternakan ayam yang kini hobby-nya ke masjid itu, malah disalahpahami. Bahkan sebagian orang menganggapnya kurang waras.
“Dik, mengapa mereka tega mengataiku gila. Apakah orang tidak boleh berubah jadi baik,” keluh Dani Hermawan pada istrinya. “Sabarlah A’, insya Allah, Allah akan menunjukkan jalan,” Nia menghibur suaminya.
Kabar tentang “keanehan” Dani, rupanya sampai juga ke seorang pengusaha yang masih tetangganya. Suatu malam, Dani dipanggil ke rumah si pengusaha. Setelah menyimak kisah singkat perjalanan hidup Dani, pengusaha itu berkata, “Hobby-mu apa Dan?”
“Badminton, Pak, tapi belakangan ini
sudah jarang main lagi,” Dani tersenyum.
“Ya sudah, nanti kapan-kapan kita ketemu lagi.”
“Ya sudah, nanti kapan-kapan kita ketemu lagi.”
Saat dipanggil kembali, Dani kaget
bukan kepalang. Pengusaha tersebut menjadikannya manajer Gedung Olah Raga (GOR)
badminton di Jalan Soleh Iskandar, Bogor .
Selain menyewakan gedung badminton, Dani Hermawan juga mengajar kelas bulu tangkis. Dia pun melayani les privat olahraga yang sama. Ini menjadi kekuatan GOR yang dikelolanya.
“Awalnya, hanya satu klub yang menjadi pelanggan kami. Sekarang alhamdulillah, sampai harus antri kalau mau makai GOR kami,” kata Dani.
Kini, kehidupan Dani Hermawan dan istrinya bersama kedua buah hati mereka, Azzahra Putri Dani dan Juaneta Putri Dania, jauh lebih baik. Tanpa dipaksa sang suami, Nia Kurniawati sudah berbusana muslimah. Mereka sangat mensyukuri semuanya, meskipun belum memiliki rumah sendiri.
Selamat bersedekah
dengan cara yang UNIK
Sumber : jiwasedekah.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar